Kata pengantar
Tiada kata yang pantas kita ucapkan
selain kata puji dan syukur atas limpahan rahmat_NYA sehingga kami sempat
menyelesaikan makalah yang menjadi tugas tiap-tiap kelompok yang diberikan oleh
dosen pengemban mata kuliah “Alislam
Kemuhammadiyyaan III (AIK III)” tugas makalah ini kami kerjakan berdasarkan
fakta-fakta yang kami peroleh dari internet, adapun judul makalah yang telah
kami selesaikan ini ialah “Pernikahan”
Makalah ini kami susun berdasarkan
fakta da artikel yang kami peroleh dari media massa berupa internet yang
menjadi sumber utama kami dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa pula kami
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman sesama mahasiswa yang memberikan kami
semangat sehingga mampu terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan juga
kami sampaikan terimakasih kepada dosen yang telah memberikan kami pelajarn ini
dan semoga ini menjadi jalan kami agar menjadi seorang yang mengerti akan
manajemen kedepannya.
Kami berharap dengan membaca makalah
ini, para pembaca bisa menganal dan mengetahui sedikit mengenai pernikahan
menurut syariat islam. Kami sebagai penyusun tentu menyadari bahwa didalam
makalah ini masih sangat banyak kekurangan yang tentunya kami sadari sahingga
kami sangat berharap adanya saran dari teman-teman dan kepada dosen pengemban
mata kuliah ini agar kedepannya kami lebih bisa dalam menyusun makalah yang
lebih baik dari sebelumnya.
Parepare,
15 oktober 2014
Kelompok
7
Daftar isi
Halaman Sampul
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang...............................................................................................
B. Rumusan
Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................
BAB II Pernikahan
A. Pengertian
Pernikahan...................................................................................
B. Islam
Tidak Menyukai Membujang...............................................................
C. Kedudukan
Pernikahan Dalam Islam............................................................
D. Tujuan
Pernikahan Dalam Islam....................................................................
E. Hikamah
Pernikahan......................................................................................
F. Tatacara
Pernikahan Dalam Islam..................................................................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia
adalah makhluk yang paling utama yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi
ini untuk memakmurkan, memelihara, mengelolah, memanfaatkan dan
menyelenggarakan kehidupan di muka bumi ini dalam rangka pengapdian kepada
Allah SWT itu tidak putus, maka manusia dibekali keinginan terhadap lawan jenis
dan saling membutuhkan untuk menumpahkan rasa kasih sayang sekaligus sebagai
realisasi penyaluran kebutuhan biologisnya. Sebagaimana hal ini diterangkan
dalam firman Allah SWT dalam ( Q.S Ar-Rum:21) yang artinya:
Sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits
(H.R. Muttafaq'alih) yang artinya:
“
hai para pemuda barang siapa di antara kamu yang telah sanggup menikah maka
hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah itu dapat mencegah dari memandang
barang haram dan menjaga kesucian kemaluan. Sedangkan barang siapa yang tidak
sanggup hendaklah berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya.
Pernikahan
merupakan jalan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera yang
diridhoi dan diberkahi oleh Allah SWT. Pernikahan juga merupakan sunnah
Rasulullah SAW, dimana sebagai umatnya kita harus mengikuti.
B. Rumusan Masalah
berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengertian pernikahan
menurut islam ?
2. Bagaimana tujuan pernikahan ?
3. Bagaimana hak dan kewajiban suami
istri dalam rumah tangga ?
C. Tujuan
Sesuai
dengan perumusan masalah di atas, maka penulisan ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
- untuk mengetahui pengertian pernikahan
- untuk mengetahui tujuan dari pernikahan
- untuk mengetahui hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga
BAB II
PERNIKAHAN
A.
pengertian
pernikahan
Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah memiliki
persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti
berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan
suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi
oleh Allh SWT.
Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
Dari
Anas bin Malik ra.,bahwasanya Nabi saw. memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya,
beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi
wanita, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari
golonganku”. (HR. Al-Bukhari dan muslim).
B.
Islam
Tidak Menyukai Membujang
Anas bin
Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang
keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah
diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang
berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain
berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya ….
Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar
seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah
berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling
takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku
shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa
yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”
C.
Kedudukan
Pernikahan dalam Islam
v Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu
yang kuat sehingga bias menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan
sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu
membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
v Sunah kepada orang yang mampu tetapi
dapat mengawal nafsunya.
v Makruh kepada orang yang tidak
berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi
kemudaratan kepada isteri.
v Haram kepada orang yang tidak berkempuan
untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah),
tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
D.
Tujuan Pernikahan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri
Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran
utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya
: Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah
ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang
Islam
Dalam
Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya
: Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup
melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila
keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan
dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami
menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama
dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada
kaum yang (mau) mengetahui “
jadi
tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at
Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan
syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup
sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain,
sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri
kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan
dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan
selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”.
Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan
di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah
berfirman : “Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu
pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam pernikahan
bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk
generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada
Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan
pendidikan Islam yang benar.
E.
Hikmah Pernikahan
v cara yang halal untuk menyalurkanm
nafsu seks.
v Untuk memperoleh ketenangan hidup,
kasih sayang dan ketenteraman
v Memelihara kesucian diri
v Melaksanakan tuntutan syariat
v Menjaga keturunan
v Sebagai media pendidikan
v Mewujudkan kerjasama dan
tanggungjawab
v Dapat mengeratkan silaturahim
F.
Tata
Cara Pernikahan Dalam Islam
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang
muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih
dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini
Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad
nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua
calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
Syarat
ijab
•
Pernikahan nikah hendaklah tepat
•
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
•
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
•
Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh
bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
Syarat qabul
Syarat qabul
•
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
•
Tiada perkataan sindiran
•
Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
•
Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
·
Tidak
secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
·
Menyebut
nama calon isteri
·
Tidak
diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan
dilafazkan oleh calon suami) : "Aku terima nikah/perkahwinanku dengan
Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp.
300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai
isteriku".
3. Adanya Mahar .
Mahar
(atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus
dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang
isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya,
kecuali dengan keridhaannya. Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin)
kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar misil : mahar yang dinilai
berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya
• Mahar muthamma : mahar yang
dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau
walinya.
4. Adanya Wali.
Yang
dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang
paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya,
dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah
seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu
Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali.
Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam
asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah
(dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan
saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
1.Syarat wali
o
Islam,
bukan kafir dan murtad
o
Lelaki
dan bukannya perempuan
o
Baligh
o
Dengan
kerelaan sendiri dan bukan paksaan
o
Bukan
dalam ihram haji atau umrah
o
Tidak
fasik
o
Tidak
cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
o
Merdeka
o
Tidak
ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali
• Wali mujbir: Wali dari bapa
sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan
perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau
tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak
dikahwinkan)
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit
mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan.
Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna
tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi
kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang
yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
5. Adanya Saksi-saksi.
1. Syarat-syarat saksi
•
Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami
kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh
mendengar, melihat dan bercakap
• Adil
(Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa
kecil)
• Merdeka
6. Walimah
Walimatul
‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu
sejelek-jelek makanan. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya
: Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang
orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.
Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada
Allah dan Rasul-Nya” .
Sebab Haram Nikah
Sebab Haram Nikah
•
Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan keturunannya (haram
selamanya) dan ia dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu
mengahwini ibu kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, ibu saudara sebelah bapak,
emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan
anak saudara perempuan bagi adik-beradik perempuan.” :
Ibu
o
Nenek
sebelah ibu mahupun bapa
o
Anak
perempuan & keturunannya
o
Adik-beradik
perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
o
Anak
perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak
saudara perempuan
o
Emak
saudara sebelah bapa (adik-beradik bapak)
o
Emak
saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan
oleh susuan ialah:
o
Ibu
susuan
o
Nenek
dari sebelah ibu susuan
o
Adik-beradik
perempuan susuan
o
Anak
perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
o
Emak
saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
o
Ibu
mertua dan ke atas
o
Ibu
tiri
o
Nenek
tiri
o
Menantu
perempuan
o
Anak
tiri perempuan dan keturunannya
o
Adik
ipar perempuan dan keturunannya
o
Emak
saudara kepada isteri
Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan
adalah ikatan yang sangat penting, karena mengatur dan menata pergaulan antara
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, dengan ijab kabul supaya
pergaulannya syah. Dari pernikahan ini akan mendapatkan anak keturunan yang
menjadi harapan setiap pasangan suami istri, sebab anak merupakan kelanjutan
keturunan yang akan memberi pengaruh terhadap kehidupan umat di masa yang akan
datang.
B. Kritik dan Saran
Penulis
menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
http://gudangilmudanpeluangsukses.blogspot.com/2012/03/makalah-tentang-pernikahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar